Pendiri Arema Malang Lucky Adrianda Zainal mengatakan, Indonesia membutuhkan tokoh alternatif untuk dicalonkan sebagai calon ketua umum PSSI. Calon alternatif diperlukan sebagai solusi menyelesaikan kisruh pencalonan ketua umum induk sepakbola nasional itu.
Kekisruhan pemilihan calon ketua umum PSSI sekarang, kata dia, hanya merugikan kepentingan sepakbola nasional. Siapa pun yang terpilih dari seluruh calon, bisa mengundang reaksi negatif dari insan pecinta sepakbola.
“Jangan sampai rezim Nurdin (Halid) tumbang, gantinya rezim yang berkelakuan sama. Kalau sampai itu yang terjadi, sama saja kiamat,” ujar Lucky dalam perbincangan santai dengan belasan wartawan di Warung Enak alias Warung Rindam, Jalan Suropati, Kota Malang, Selasa (1/3). Warung Rindam dikenal sebagai salah satu tempat mangkal favorit wartawan di Malang.
Menurut Lucky, figur alternatif yang pantas dicalonkan adalah bekas Ketua Umum PSSI periode 1999-2003 Agum Gumelar dan bekas Gubernur Sulawesi Utara Evert Erenst Mangindaan. Agum dan Mangindaan dinilai memiliki jiwa dan gaya kepemimpinan yang kuat dan relatif bersih. Sosok keduanya dinilai tegas dan kesatria.
“Di benakku itu ada nama mereka. Aku tak kenal dekat secara pribadi. Tapi mereka dikenal sebagai tokoh yang punya komitmen dan dedikasi tinggi terhadap sepakbola. Mereka dikenal relatif bersih dan potensi konfliknya rendah jika terpilih,” kata Lucky.
Agum disebut tokoh yang berani bertanggung jawab penuh walau untuk sesuatu yang tidak mengenakkan. Dicontohkan, ketika Agum merasa gagal memberikan prestasi selama memimpin PSSI, bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat itu langsung mengundurkan diri dari jabatannya. Agum dinilai sebagai ketua umum PSSI yang tahu diri meski sebenarnya ia masih perlu diberi kesempatan untuk kembali memimpin PSSI.
Sedangkan Mangindaan dikenal penggiat sepakbola. Kiprah bekas Panglima Komando Daerah Militer VII/Trikora ini di jagat sepakbola nasional tak perlu diragukan lagi. Bekas Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara itu pernah menjadi Pembina Persma Manado dan Persipura Jayapura. Bahkan, saking terkenalnya Mangindaan, di penggemar sepakbola Sulawesi Utara menggelar Piala EE Mangindaan.
“Itu lepas dari latar belakang atau pilihan politiknya. Kalau misalnya mereka mau dan jadi, ya, kita ingatkan bersama-sama agar mereka melepaskan baju partainya karena PSSI itu milik bangsa dan rakyat Indonesia, bukan milik partai tertentu,” dia menegaskan ketika ditanya mengenai latar belakang afiliasi politik Agum dan Mangindaan.
Calon alternatif harus diperbanyak. Para pemilik suara di PSSI harus berani memunculkan siapa pun calonnya, termasuk tokoh-tokoh sepakbola di daerah masing-masing. Calonnya harus bersih dari korupsi dan yang terpenting sangat mengerti dan menguasai seluk beluk sepakbola.
Ketika disinggung wacana pencalonan Jusuf Kalla, Lucky menyatakan Kalla kurang pantas dicalonkan bukan karena Kalla tak mampu, melainkan posisi ketua umum PSSI itu terlalu rendah diberikan kepada Kalla yang bekas wakil presiden.
“Masih banyak calon lain. Jangan Pak Kalla-lah, kurang pantas untuk seorang mantan wakil presiden. Lain soal kalau Pak Kalla-nya sendiri mau.”
Menurut Lucky, figur alternatif yang pantas dicalonkan adalah bekas Ketua Umum PSSI periode 1999-2003 Agum Gumelar dan bekas Gubernur Sulawesi Utara Evert Erenst Mangindaan. Agum dan Mangindaan dinilai memiliki jiwa dan gaya kepemimpinan yang kuat dan relatif bersih. Sosok keduanya dinilai tegas dan kesatria.
“Di benakku itu ada nama mereka. Aku tak kenal dekat secara pribadi. Tapi mereka dikenal sebagai tokoh yang punya komitmen dan dedikasi tinggi terhadap sepakbola. Mereka dikenal relatif bersih dan potensi konfliknya rendah jika terpilih,” kata Lucky.
Agum disebut tokoh yang berani bertanggung jawab penuh walau untuk sesuatu yang tidak mengenakkan. Dicontohkan, ketika Agum merasa gagal memberikan prestasi selama memimpin PSSI, bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat itu langsung mengundurkan diri dari jabatannya. Agum dinilai sebagai ketua umum PSSI yang tahu diri meski sebenarnya ia masih perlu diberi kesempatan untuk kembali memimpin PSSI.
Sedangkan Mangindaan dikenal penggiat sepakbola. Kiprah bekas Panglima Komando Daerah Militer VII/Trikora ini di jagat sepakbola nasional tak perlu diragukan lagi. Bekas Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara itu pernah menjadi Pembina Persma Manado dan Persipura Jayapura. Bahkan, saking terkenalnya Mangindaan, di penggemar sepakbola Sulawesi Utara menggelar Piala EE Mangindaan.
“Itu lepas dari latar belakang atau pilihan politiknya. Kalau misalnya mereka mau dan jadi, ya, kita ingatkan bersama-sama agar mereka melepaskan baju partainya karena PSSI itu milik bangsa dan rakyat Indonesia, bukan milik partai tertentu,” dia menegaskan ketika ditanya mengenai latar belakang afiliasi politik Agum dan Mangindaan.
Calon alternatif harus diperbanyak. Para pemilik suara di PSSI harus berani memunculkan siapa pun calonnya, termasuk tokoh-tokoh sepakbola di daerah masing-masing. Calonnya harus bersih dari korupsi dan yang terpenting sangat mengerti dan menguasai seluk beluk sepakbola.
Ketika disinggung wacana pencalonan Jusuf Kalla, Lucky menyatakan Kalla kurang pantas dicalonkan bukan karena Kalla tak mampu, melainkan posisi ketua umum PSSI itu terlalu rendah diberikan kepada Kalla yang bekas wakil presiden.
“Masih banyak calon lain. Jangan Pak Kalla-lah, kurang pantas untuk seorang mantan wakil presiden. Lain soal kalau Pak Kalla-nya sendiri mau.”
Abdi Purmono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar